Advertisement
Matalensanews.cSumpah Palapa Maha Patih Gajah Mada merupakan embrio persatuan Indonesia yang terserat dalam Kitab Pararaton "Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa”. Maha Patih Gajah Mada tidak akan menghentikan mati raga atau puasanya sebelum mempersatukan Nusantara. Hal inilah yang selanjutnya menjadi acuan bagi perjuangan para pahlawan nasional untuk mengikat wilayah Nusantara menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Demikian amanat Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Rudiantara pada peringatan Hari Kebangkitan Nasional yang ke-111, 20 Mei 2019, yang dibacakan Kasdam IV/Diponegoro Brigjen TNI Teguh Muji Angkasa, S.E., M.M., di Lapangan Upacara Makodam IV/Diponegoro, Senin (20/5).
Lebih lanjut disampaikan bahwa saat ini kita berada dalam situasi pasca Pesta Demokrasi Pemilu 2019 yang menguras energi dan emosi. Perbedaan pilihan dan dukungan dalam Pemilu pada dasarnya diniatkan untuk kebaikan bangsa. Oleh sebab itu tak ada maslahatnya jika perbedaan itu dipertajam yang justru akan mengoyak persatuan bangsa.
Diungkapkan Menkominfo, telah lebih satu abad kita menorehkan catatan penghormatan dan penghargaan atas kemajemukan bangsa yang ditandai dengan berdirinya organisasi Boedi Oetomo. Kemajemukan bangsa yang terbentang dalam geografis paling ekstrem di dunia, namun kita dapat membuktikan bahwa mampu menjaga persatuan sampai detik ini. Oleh sebab itu yakinlah bahwa kerenggangan perbedaan pendapat dan keterbelahan sosial itu dapat segera dipersatuan kembali demi kepentingan yang lebih luas bagi anak cucu bangsa ini.
Apalagi peringatan Hari Kebangkitan Nasional kali ini juga dilangsungkan dalam suasana bulan Ramadan. Bagi umat muslim, bulan suci ini menuntun kita untuk mengejar pahala dengan meninggalkan perbuatan-perbuatan yang dibenci Allah SWT seperti permusuhan dan kebencian, apalagi penyebaran kebohongan dan fitnah.
Dirinya berharap dengan menyematkan tema "Bangkit Untuk Bersatu", kita akan segera bangkit kembali menjalin persatuan dan kesatuan dalam bingkai negara kesatuan Republik Indonesia. Bangsa ini adalah bangsa yang besar dan mampu menghidupi semangat persatuannya selama berabad-abad dengan dwilingga salin suara “gotong-royong”, imbuhnya.
“Menurut Bapak Proklamator Republik Indonesia Ir. Soekarno, jika nilai-nilai Pancasila tersebut diperas ke dalam satu sila, maka yang menjadi intinya inti, core of the core, adalah gotong-royong”, tegasnya.
Semangat persatuan dan gotong-royong itu kini telah mengakar dan menyebar di seluruh Nusantara. Ini dibuktikan dengan berbagai ungkapan tentang kearifan mengutamakan persatuan yang terdapat di seluruh suku, adat, dan budaya yang ada di Indonesia.
Dari tanah Minang kita diimbau dengan petuah ‘Barek samo dipikua, ringan samo dijinjiang’. Dalam pepatah Sunda dikenal 'Sacangreud pageuh, sagolek pangkek’. Dari Bumi Anging Mamiri, berbunyi ‘Reso temma-ngingi, nama-lomo, nale-tei, pammase dewata’. Dari Bumi Gora, diistilahkan ‘Bareng bejukung, bareng bebose’. Sementara di Banua Banjar dierukan ‘Waja sampai kaputing’. Semua menganjurkan bekerja secara gotong-royong.
“Sampai kapan pun semangat ini akan senantiasa relevan, bahkan semakin mendesak sebagai sebuah tuntutan zaman yang sarat dengan berbagai perubahan”, tandasnya.
Bertumpu pada kekuatan jumlah sumber daya manusia dan populasi pasar, Indonesia diproyeksikan akan segera menjemput harkat dan martabat baru dalam aras ekonomi dunia menjadi sepuluh besar, bahkan lima besar dunia dalam 10 sampai 30 tahun mendatang. Kuncinya terletak pada hasrat kita untuk tetap menjaga momentum dan iklim yang tenang untuk bekerja. Kita harus jaga agar suasana selalu kondusif penuh harmoni dan persatuan, pungkasnya.
Upacara Hari Kebangkitan Nasional yang ke Seratus Sebelas ini juga diikuti oleh Irdam, para Staf Ahli, Asisten, LO AL, LO AU serta Dan/Kabalakdam IV/Diponegoro.(Hum/Red)
Demikian amanat Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Rudiantara pada peringatan Hari Kebangkitan Nasional yang ke-111, 20 Mei 2019, yang dibacakan Kasdam IV/Diponegoro Brigjen TNI Teguh Muji Angkasa, S.E., M.M., di Lapangan Upacara Makodam IV/Diponegoro, Senin (20/5).
Lebih lanjut disampaikan bahwa saat ini kita berada dalam situasi pasca Pesta Demokrasi Pemilu 2019 yang menguras energi dan emosi. Perbedaan pilihan dan dukungan dalam Pemilu pada dasarnya diniatkan untuk kebaikan bangsa. Oleh sebab itu tak ada maslahatnya jika perbedaan itu dipertajam yang justru akan mengoyak persatuan bangsa.
Diungkapkan Menkominfo, telah lebih satu abad kita menorehkan catatan penghormatan dan penghargaan atas kemajemukan bangsa yang ditandai dengan berdirinya organisasi Boedi Oetomo. Kemajemukan bangsa yang terbentang dalam geografis paling ekstrem di dunia, namun kita dapat membuktikan bahwa mampu menjaga persatuan sampai detik ini. Oleh sebab itu yakinlah bahwa kerenggangan perbedaan pendapat dan keterbelahan sosial itu dapat segera dipersatuan kembali demi kepentingan yang lebih luas bagi anak cucu bangsa ini.
Apalagi peringatan Hari Kebangkitan Nasional kali ini juga dilangsungkan dalam suasana bulan Ramadan. Bagi umat muslim, bulan suci ini menuntun kita untuk mengejar pahala dengan meninggalkan perbuatan-perbuatan yang dibenci Allah SWT seperti permusuhan dan kebencian, apalagi penyebaran kebohongan dan fitnah.
Dirinya berharap dengan menyematkan tema "Bangkit Untuk Bersatu", kita akan segera bangkit kembali menjalin persatuan dan kesatuan dalam bingkai negara kesatuan Republik Indonesia. Bangsa ini adalah bangsa yang besar dan mampu menghidupi semangat persatuannya selama berabad-abad dengan dwilingga salin suara “gotong-royong”, imbuhnya.
“Menurut Bapak Proklamator Republik Indonesia Ir. Soekarno, jika nilai-nilai Pancasila tersebut diperas ke dalam satu sila, maka yang menjadi intinya inti, core of the core, adalah gotong-royong”, tegasnya.
Semangat persatuan dan gotong-royong itu kini telah mengakar dan menyebar di seluruh Nusantara. Ini dibuktikan dengan berbagai ungkapan tentang kearifan mengutamakan persatuan yang terdapat di seluruh suku, adat, dan budaya yang ada di Indonesia.
Dari tanah Minang kita diimbau dengan petuah ‘Barek samo dipikua, ringan samo dijinjiang’. Dalam pepatah Sunda dikenal 'Sacangreud pageuh, sagolek pangkek’. Dari Bumi Anging Mamiri, berbunyi ‘Reso temma-ngingi, nama-lomo, nale-tei, pammase dewata’. Dari Bumi Gora, diistilahkan ‘Bareng bejukung, bareng bebose’. Sementara di Banua Banjar dierukan ‘Waja sampai kaputing’. Semua menganjurkan bekerja secara gotong-royong.
“Sampai kapan pun semangat ini akan senantiasa relevan, bahkan semakin mendesak sebagai sebuah tuntutan zaman yang sarat dengan berbagai perubahan”, tandasnya.
Bertumpu pada kekuatan jumlah sumber daya manusia dan populasi pasar, Indonesia diproyeksikan akan segera menjemput harkat dan martabat baru dalam aras ekonomi dunia menjadi sepuluh besar, bahkan lima besar dunia dalam 10 sampai 30 tahun mendatang. Kuncinya terletak pada hasrat kita untuk tetap menjaga momentum dan iklim yang tenang untuk bekerja. Kita harus jaga agar suasana selalu kondusif penuh harmoni dan persatuan, pungkasnya.
Upacara Hari Kebangkitan Nasional yang ke Seratus Sebelas ini juga diikuti oleh Irdam, para Staf Ahli, Asisten, LO AL, LO AU serta Dan/Kabalakdam IV/Diponegoro.(Hum/Red)