Deoxa Indonesian Channels

lisensi

Advertisement MGID

Senin, 17 Februari 2020, 8:47:00 PM WIB
Last Updated 2020-02-17T13:47:14Z
BERITA PERISTIWA

Viral, Dugaan JPU Wonosari Kongkalikong Penjarakan Wartawan, Ini Jawaban Kasi Pidsus Kejari Gunungkidul

Advertisement
GUNUNGKIDUL,MATALENSANEWS.com-Menanggapi, pemberitaan ”Demi Kades Bermasalah, Diduga JPU Wonosari Kongkalikong Penjarakan Wartawan” yang viral di berbagai media siber, Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejaksaan Negeri Gunungkidul, Muslichan Darojad. SH, mengaku keberatan.
Dituturkan oleh Muslichan melalui pesan WhatsApp kepada awak media hari ini, Senin (17/2), bahwa dirinya mengharapkan wartawan dapat mengklarifikasikan terlebih dulu ke kejaksaan.

“Ya baiknya sebelum ditayangkan ke berita online, wartawan klarifikasi dulu ke kejaksaan, jadi tidak hanya satu sisi pandangan berita yang belum tentu benar,” tutur Muslichan.

Dikatakannya, wartawan ada baiknya cara info yang sebenarnya baru ditayangkan, “sehingga warga masyarakat banyak mendapatkan pencerahan dan bukan penyesatan berita,” katanya.

Saat ditanya, mengapa JPU usai dari persidangan, enggan memberikan komentar dan terkesan menghindar dari wartawan, Muslichan menjelaskan, jika yang berhak memberikan komentar adalah Kepala Seksi Intel.“Biasanya corong informasi yang seperti itu langsug ke kasi intel bos. Itu perintah pimpinan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Muslichan mengungkapkan terkait dengan barang bukti milik tersangka yang dituntut untuk disita sebagai tuntutan yang dibacakan oleh JPU.
“BB (Barang Bukti) yang dipakai untuk sarana tindak pidana itu, dirampas untuk negara atau dirampas untuk dimusnahkan,” ungkapnya.

Namun saat ditanya tentang, mengapa JPU keberatan untuk dibuka Barang Bukti sebagai upaya mencari kebenaran dan keadilan oleh terdakwa dalam persidangan, Muslichan tidak berkenan menjawabnya.
Sebagimana diketahui, bahwa dalam tuntutan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Gunungkidul, Siti Junaidah, SH dan Niken Retno Widarti, SH, beberapa waktu lalu, pada Kamis (13/2) dimana isi tuntutannya adalah, Supaya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Wonosari yang memeriksa dan mengadili perkara ini, memutuskan diantaranya,
1. Menyatakan terdakwa ANTON NURCAHYONO Als. CEPROT Bin MANTOREJO terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana “Pemerasan” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 369 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP);
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa ANTON NURCAHYONO Als. CEPROT Bin MANTOREJO oleh karena itu dengan pidana penjara  selama 1  (satu) tahun 2 (dua (dua) bulan, dengan perintah terdakwa segera menjalani pemidanaan setelah putusan hakim mempunyai kekuatan hukum tetap;
Untuk diketahui, bahwa perkara pemerasaan menurut JPU dalam Surat Dakwaan Nomor Reg. Perk : PDM-63/KEJARIGK/1019 tanggal 7 November 2019 yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum di persidangan Pengadilan Negeri Gunungkidul pada hari selasa tanggal 19 November 2019 lalu dibantah oleh terdakwa.

Menurut terdakwa Anton, bahwa dakwaan JPU tidak sesuai dengan fakta yang terjadi, dan justru dinilai membalikan fakta sebenarnya. Dalam esepsinya yang dibacakan pada tanggal 26 November 2019 yang lalu, menilai, surat dakwaan JPU mengedepankan pada asumsi, memunculkan prasangka yang mengisyaratkan surat dakwaan justru melindungi Didik Rubiyanto yang ketakutan, yang merasa tidak nyaman karena banyaknya dugaan pelanggaran yang dilakukan dibongkar dihadapan masyarakat melalui pemberitaan media.
‘Sedangkan berita tentang Didik Rubiyanto terkait perselingkuhannya hingga melahirkan seorang, sudah diakuinya sendiri melalui surat pernyataannya, bahkan Didik berjanji akan menikahinya pada bulan Januari 2019, namun hingga saat ini tidak juga dinikahi,” katanya.
Dijelaskan Anton dalam esepsinya, bahwa Didik Rubiyanto diduga telah merugikan warga masyarakat yang saksi Didik Rubiyanto pimpin.

“Jika dari surat dakwaan yang didasarkan pada asumsi tetap dilanjutkan, akan menjadi preseden buruk pada Demokrasi di Indonesia secara umum dan khususnya di Kabupaten Gunungkidul,” katanya dalam esepsi.

Menurutnya, dalam dakwaan yang dilandasi oleh asumsi, sama halnya membungkam Pilar keempat Demokrasi dalam menyuarakan kebenaran dan mengkibiri UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers.

“Selain itu pengadilan akan disibukan oleh perkara dari orang-orang yang ketakutan, tidak nyaman hanya karena sebuah pemberitaan pers dan membuat asumsi seolah-olah diperas,” ujarnya.

Sementara, persoalan dugaan Pungutan Liar (Pungli) atas PTSL yang yang belum dinaikan pada pemberitaan, dan dijadikan dasar tuduhan terjadi pemerasan oleh JPU, ditegas oleh Anton, bahwa personal tersebut sedang didalami dan mengumpulkan informasi serta bukti kwitansi penarikannya dari senilai Rp.250.000 sampai Rp.450.000, hal tersebut sudah melebih ketentuan Peraturan Bupati Gunungkidul.

“Pembiayaan PTSL diatur dalam Pasal 3 Ayat (1) Peraturan Bupati Gunungkidul, Nomor 47 Tahun 2017, Tentang Pembiayaan Persiapan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap yang berbunyi : Besaran biaya persiapan PTSL paling banyak sebesar Rp. 150.000,00 setiap bidang,” tegasnya.

Diungkapkan Anton, menurut keterangan Ketua Pokmas Desa Bendung, Supriyanto dan Sekretaris Pokmas Mariman, lanjut Anton, saat datang ke rumahnya pada hari Sabtu tanggal 6 Juli 2019 sekira jam 14.00 WIB, keduanya menjelaskan rincian tentang pungutan PTSL

“Bahwa dari pungutan Rp.250.000 tersebut dirincikan, Rp.100.000 dikelola oleh Pokmas sebagai biaya operasional, fotocopy dan patok, sedangkan yang Rp.150.000 diserahkan ke Desa melalui saksi Didik Rubiyanto tanpa dijelaskan peruntukannya,” ungkapnya.

Ditambahkannya, bahwa keduanya tidak menjelaskan untuk Desa Bendung mendapat berapa bidang lahan PTSL, serta tidak menjelaskan apakah penarikan seluruh desa sama sejumlah Rp.250.000.
“Sehingga dari penjelasan tersebut, saya mencoba konfirmasi tentang penggunaan uang Rp.150.000 untuk apa, berapa jumlah bidang yang ikut PTSL, sedangkan dalam kwitansi juga ada penarikan sampai Rp.450.000,” urainya.

Diakui oleh Anton, walau sudah berusaha komfirmasi berulang-ulang namun Didik Rubiyanto tidak memberikan keterangan apapun, setiap kali bertemu yang dibahas Didik Rubiyanto terus meminta tolong kepadanya untuk menghapus berita yang sudah dimuat di media online www.suarakpk.com tentang perselingkuhan Didik Rubiyanto hingga melahirkan Anak, dan tidak melanjutkan investigasi tentang PTSL maupun tentang persoalan Desa Bendung.

Dan kembali Didik Rubiyanto terus menawarkan kompensasi dengan memaksa menyebutkan berapa nominal yang harus diberikan untuk bisa menghapus berita tersebut,” ucap Anton.

“Dan hal tersebut tetap dengan tegas saya tolak tanpa syarat,” tegas Anton.
Untuk diketahui juga, pada sidang dengan agenda mendengarkan keterangan terdakwa, yang digelar pada Selasa, 4 Februari 2020, dirinya mengajukan dihadapan persidangan untuk dibukan HPnya yang dijadikan barang bukti, dengan harapan kebenaran akan terbuka dan keadilan akan didapat. Namun dalam permintaan terdakwa tersebut, JPU mengaku keberatan.

Sidang akan dilanjutkan besok hari selasa (18/2) dengan agenda, pembacaan pledoi oleh Penasehat Hukum terdakwa. (Tim/red)