Advertisement
Karawang,MATALENSANEWS.com-
Statement Ketua IWO (Ikatan Wartawan Online) Karawang, Ega Nugraha Susanto, S.Pd., terkait keharusan wartawan mengikuti UKW (Uji Kompetensi Wartawan) yang dimuat di media portaljabar.net dan beberapa media lainnya, pada Sabtu (9/5/2020), mengundang berbagai tanggapan dari beberapa pihak. Pernyataan yang diucapkan Ega dalam berita tersebut dianggap kurang etis bagi sebagian wartawan yang tidak mengikuti UKW.
Statement Ketua IWO (Ikatan Wartawan Online) Karawang, Ega Nugraha Susanto, S.Pd., terkait keharusan wartawan mengikuti UKW (Uji Kompetensi Wartawan) yang dimuat di media portaljabar.net dan beberapa media lainnya, pada Sabtu (9/5/2020), mengundang berbagai tanggapan dari beberapa pihak. Pernyataan yang diucapkan Ega dalam berita tersebut dianggap kurang etis bagi sebagian wartawan yang tidak mengikuti UKW.
“Ikut UKW saja dulu, jangan dulu bilang wartawan profesional kalau belum pernah ikut UKW dan dinyatakan lulus oleh Dewan Pers,” ujar Ega sebagaimana dikutip dari media online https://portaljabar.net/.
Pernyataan ini menarik perhatian tokoh pers nasional, Wilson Lalengke, S.Pd., M.Sc., MA. Menurutnya, wartawan yang lulus UKW tidak menjamin kompetensi wartawan tersebut lebih baik. Ada cara lain yang lebih tepat untuk menjadikan wartawan lebih profesional dan memiliki kemampuan jurnalistik yang baik, yaitu dengan mengikuti pendidikan dan pelatihan jurnalistik, baik formal maupun non-formal. Di samping itu, menurutnya, kerja berkarya yang menghasilkan karya jurnalistik akan menjadi penentu seseorang berhasil mencapai tingkat keprofesionalan yang semakin handal dalam dunia wartawan.
“PPWI (Persatuan Pewarta Warga Indonesia – red) menolak keharusan UKW, apalagi UKW ilegal yang dilaksanakan berdasarkan kebijakan Dewan Pers itu. Yang terpenting bagi seorang wartawan adalah karya tulisnya bukan sertifikat UKW,” tegas Wilson Lalengke selaku Ketua Umum PPWI melalui percakapan di akun facebook pribadinya, 10 Mei 2020.
Ia juga menambahkan, jurnalistik itu bukan ilmu eksakta atau ilmu pasti seperti Matematika dan IPA, melainkan Ilmu Komunikasi Massa yang merupakan ilmu sosial, yang notabene selalu berkembang sesuai zaman dan konteks peradaban manusia. Jurnalisme berbicara tentang informasi dan komunikasi melalui media massa. Persepsi terhadap informasi yang disebarluaskan melalui media massa itu amat dipengaruhi oleh banyak hal, seperti kondisi sosial masyarakat dan fakta lapangan.
Baca juga di sini: *Wilson Lalengke: Lulus UKW Tidak Menjamin Kompetensi Wartawan* (https://pewarta-indonesia.com/2019/12/wilson-lalengke-lulus-ukw-tidak-menjamin-kompetensi-wartawan/)
Selanjutnya, lulusan PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu mengatakan bahwa sertifikat UKW hanya berfungsi sebagai tanda bahwa seseorang sudah mengikuti ujian dan dinyatakan lulus oleh penguji, bukan sebagai tanda bahwa seseorang itu sudah profesional di bidang jurnalistik. “Sama halnya dengan gelar S.Pd-nya ketua IWO itu, hanya tanda bukti saja bahwa dia pernah kuliah di bidang keguruan, bukan tanda bahwa ia bisa menjadi guru profesional. Bahkan begitu banyak guru yang sudah sertifikasi profesi, tapi faktanya tidak dapat menjalankan profesi keguruannya secara profesional. Demikian juga UKW itu, sertifikat UKW hanya tanda Anda pernah ikut ujian kompetensi wartawan dan dinyatakan lulus. Tapi tidak berarti Anda sudah wartawan profesional yaa,” urai Wilson yang berpengalaman lebih dari 20 tahun jadi guru dan mendapatkan beasiswa belajar ke 3 universitas terbaik di Eropa itu.
Wilson bahkan mendapatkan banyak informasi tentang kisruh kebijakan UKW Dewan Pers yang terjadi di lapangan. “Banyak sekali laporan kawan-kawan jurnalis di daerah-daerah terkait UKW ya, mulai dari pemalsuan sertifikat UKW, jual-beli sertifikat UKW, lulusan UKW yang tidak memiliki kompetensi di bidang jurnalistik, banyak oknum lulusan UKW hasilkan berita hoax/bohong, biaya UKW yang terlalu mahal, tidak ikut ujian tapi diberikan sertifikat UKW, hingga pelaksanaan ujian yang acak-kadut, dan banyak lagi,” imbuh Pemimpin Redaksi Koran Online Pewarta Indonesia (KOPI) itu.
Baca juga di sini: *Sertifikat UKW Dipalsukan, Wilson: Haha, Maling Teriak Maling* (https://pewarta-indonesia.com/2020/05/sertifikat-ukw-dipalsukan-wilson-haha-maling-teriak-maling)
dan ini: *Ambiguitas Sertifikasi Wartawan dan Verifikasi Media* (https://pewarta-indonesia.com/2019/06/ambiguitas-sertifikasi-wartawan-dan-verifikasi-media/)
Saran Wilson kepada para pihak yang gemar mendikotomi teman-teman wartawan di lapangan berdasarkan sertifikasi UKW dan lain sebagainya, seperti Ketua IWO Karawang itu, untuk belajar tentang makna kata ‘profesional’. Jika sudah memahami arti dari kata ‘profesional’, silahkan memberi penilaian terhadap orang atau wartawan lainnya, apakah yang bersangkutan profesional atau tidak.
“Sejak kapan Dewan Pers sontoloyo itu diberi kewenangan untuk jadi ‘tukang cap’ profesional atau tidak profesional kepada seorang wartawan? Harap dicatat ya, kemenangan Dewan Pers atas gugatan PMH di PN Jakarta Pusat terkait UKW dan verifikasi media telah dibatalkan oleh majelis hakim banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Jadi, pelaksanaan UKW dan verifikasi media oleh Dewan Pers adalah ilegal alias melawan hukum,” tegas Ketum PPWI ini yang bersama Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI) menggunggat Perbuatan Melawan Hukum (PMH) Dewan Pers terkait masalah UKW dan verifikasi media beberapa waktu lalu.
Jika seorang wartawan masih belum merdeka, ujar Wilson lagi, penuh keraguan dan ketakutan dalam menulis atau memberitakan kezoliman di sekitarnya, lebih baik tidak usah mengomentari wartawan lain. “Buktikan saja melalui hasil karya jurnalistik Anda, apakah karyanya lebih baik dari wartawan Izharry Moenzir, Roasiana Silalahi, Najwa Sihab dan lain-lainya yang tidak mempunyai sertifikat UKW?” kata Wilson yang selalu siap membela para wartawan termarginalkan dan terzolimi di berbagai daerah di tanah air ini.
Untuk itu, Wilson juga meminta kepada pengurus Dewan Pers agar berhenti membodohi bangsa ini melalui kebijakan UKW dan verifikasi medianya. “Dewan Pers harus sadar bahwa ketika dia membina wartawan ke arah yang salah, maka seluruh elemen bangsa yang membaca, menonton, menyimak dan mengikuti pemberitaan oleh wartawan akan ikut terseret salah arah. Jadi, saya berharap kepada pengurus Dewan Pers, hentikanlah proses pembodohan bangsa ini. Baca UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Tidak ada satupun pasal dan/ayat di UU itu yang memberikan kewenangan kepada Dewan Pers untuk melaksanakan atau merekomendasikan pelaksanaan UKW. Uji kompetensi dan sertifikasi profesi itu merupakan kewenangan BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi – red) di bawah UU Ketenagakerjaan,” beber Wilson yang telah melatih ribuan anggota TNI/Polri, PNS, wartawan, LSM, dan masyarakat umum di bidang jurnalistik ini. (Dede N-KOPI)