Advertisement
MATALENSANEWS.com-Statement Bupati Bogor Ade Yasin beberapa waktu lalu, soal wartawan bodrek atau bodong, menuai reaksi kalangan media. Pernyataan Ade Yasin tersebut, dinilai melecehkan profesi jurnalis, dan tidak semestinya diucapkan oleh seorang kepala daerah.
Ketua Umum Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) Dr. Suriyanto PD, SH. M.Kn menilai, pernyataan Ade Yasin bisa berpotensi memicu kegaduhan.
” Sebagai seorang pemimpin atau kepala daerah, Ade Yasin tidak seharusnya bicara tentang wartawan bodrek atau bodong. Harusnya lebih sejuk dan bersikap sebagai seorang negarawan,” kata Suriyanto.
Suriyanto mengungkapkan, sepanjang seseorang ada keinginan untuk menjadi wartawan, harus kita apresiasi dan kita edukasi melalui ruang-ruang edukasi yang tepat, dengan harapan ke depan bisa memberikan sumbangsih pemikiran untuk perbaikan daerah melalui karya jurnalistik.
” Semua itu berproses, tentunya tidak tiba-tiba bisa nulis dan menjadi reporter. Apa lagi yang berasal dari orang biasa atau otodidak, bukan dari akademisi. Hal ini yang harus dipahami oleh Bupati Bogor. Ada wartawan baru belajar berdiri di satu media online ataupun cetak Hal ini, sah sah saja, sepanjang orang tersebut memiliki identitas keterangan magang atau kartu magang dari media tempatnya bekerja,” jelas pakar hukum media massa ini,
“Saya minta Bupati Bogor untuk menjelaskan statment yang dimksud, perlu klarifikasi agar tidak memicu kegaduhan,” tegas Ketum PWRI
Sebelumnya, Bupati Bogor, Ade Yasin saat dikonfirmasi terkait beredarnya di beberapa media, sebelumnya,saat menghadiri acara Rebo Keliling di Kecamatan Klapanunggal, Rabu (16/6) lalu, Bupati Bogor Ade Yasin mengungkapkan kegeramannya terhadap oknum wartawan gadungan yang selama ini mengganggu kinerja para kepala desa (kades).
Ade Yasin menyebutkan, selama ini para kades diganggu oleh sejumlah LSM dan wartawan yang tidak jelas identitasnya. Sehingga mereka kesulitan untuk bekerja.
“Jadi kades sering didatangi wartawan’bodrek’,atau LSM yang tidak jelas identitasnya,atau juga oknum yang mengatasnamakan aparat penegak hukum. Keberadaan oknum-oknum ini mengganggu kinerja kita, mencari-cari kesalahan,” ujar Ade Yasin.
Terkait sebutan tersebut dia menjelaska sebutan wartawan bodrek ini disematkan untuk mereka para oknum yang mengaku sebagai wartawan “ataupun Pers” tetapi sebenarnya hanya sebatas wartawan gadungan yang tujuannya mencari keuntungan peribadi.
“Oknum Wartawan ini biasanya juga di sebut wartawan tanpa surat kabar (media) kerena beberapa dari mereka bukan Wartawan Asli yang berafiliasi dalam sebuah perusahaan Pers sehingga beritanya fikitif dan tidak pernah tayang.” ujar Ade Yasin.
( sam/red )