Deoxa Indonesian Channels

lisensi

Advertisement MGID

Selasa, 10 Agustus 2021, 10:25:00 PM WIB
Last Updated 2021-08-10T16:08:55Z
NEWSSejarah dan Budaya

Tradisi Malam Satu Suro Menurut Wedus Gondrong

Advertisement

             Wedus Gondrong sebelah kiri

MATALENSANEWS.com-Sebagian besar masyarakat Jawa masih mempercayai bahwa malam satu Suro memang malam istimewa. Di berbagai daerah banyak tradisi memperingati Tahun Baru Jawa. Sementara itu, di lingkungan Keraton Surakarta dan Yogyakarta, beragam ritual dan kirab digelar dengan ramai dan semarak.


Tradisi malam satu Suro bermula saat zaman Sultan Agung. Saat itu, masyarakat umumnya mengikuti sistem penanggalan tahun Saka yang diwariskan dari tradisi Hindu. Sementara Kesultanan Mataram Islam sudah menggunakan sistem kalender Hijriah (Islam). Sultan Agung yang ingin memperluas ajaran Islam di Tanah Jawa berinisiatif memadukan kalender Saka dengan kalender Hijriah menjadi kalender Jawa.


Penyatuan kalender ini dimulai sejak Jumat Legi bulan Jumadil Akhir tahun 1555 Saka atau 8 Juli 1633 Masehi. Satu Suro adalah hari pertama dalam kalender Jawa di bulan Suro, bertepatan dengan 1 Muharram dalam kalender Hijriyah.


Menurut Wedus Gondrong pendiri BARSEL (Barisan Setan Laknat) dalam Misteri Bulan Suro, Perspektif Islam Jawa, kata “Suro” berasal dari kata “Asyura” dalam bahasa Arab yang berarti “sepuluh”. Kata Asyura di sini merujuk pada tanggal 10 bulan Muharam, yang berkaitan dengan peristiwa wafatnya Sayyidina Husein, cucu Nabi Muhamad di Karbala (sekarang masuk Irak).


“Dari Sultan Agung inilah kemudian pola peringatan tahun Hijriah dilaksanakan secara resmi oleh negara, dan diikuti seluruh masyarakat Jawa. Berbagai ritual perayaan Muharram dan Asyura di Indonesia terus lestari sampai sekarang berkat jasa Sultan Agung,” ungkap Wedus Gondrong.


Beragam tradisi seringkali digelar untuk menyambut bulan Suro seperti jamas pusoko, ruwatan, hingga tapa brata. Dalam tradisi keraton, para abdi dalem keraton mengarak hasil kekayaan alam berupa gunungan tumpeng serta kirab benda pusaka.


Tradisi malam satu Suro menitikberatkan pada ketentraman batin dan keselamatan. Karenanya, pada malam satu Suro biasanya selalu diselingi dengan ritual pembacaan doa dari semua umat yang hadir merayakannya. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan berkah dan menangkal datangnya marabahaya.


Ada banyak cara dilakukan masyarakat Jawa untuk menyambut satu Suro. Tapi umumnya melakukan “laku prihatin” untuk tidak tidur semalaman. Aktivitas yang dilakukan adalah tirakatan, menyaksikan kesenian wayang, dan acara kesenian lainnya.


Sepanjang bulan Suro masyarakat Jawa meyakini untuk terus bersikap eling (ingat) dan waspada. Eling disini memiliki arti manusia harus tetap ingat siapa dirinya dan di mana kedudukannya sebagai ciptaan Tuhan. Sementara waspada berarti manusia juga harus terjaga dan waspada dari godaan yang menyesatkan. 


Tahun baru Hijriyah, tepat pada 1 Muharram dalam sejarahnya dikaitkan dengan peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah.


Namun sebenarnya, ada sejumlah peristiwa penting lain dalam sejarah nabi-nabi yang terjadi pada Bulan Muharram ini, terutama hari Asyura tepat hari ke-10 Muharram. Meskipun, cerita itu terjadi jauh berabad-abad sebelumnya.


Namun Muslim mempercayai, semua peristiwa tersebut merupakan pelajaran yang amat berharga bagi generasi selanjutnya untuk memilih mana yang baik lalu harus diikuti dan mana yang buruk lalu ditinggalkan.


Hari sepuluh Muharram atau hari Asyura misalnya. Bagi ummat Islam tanggal itu merupakan hari bersejarah. Menurut beberapa riwayat disebutkan, banyak peristiwa penting terjadi di hari itu pada masa yang lalu.


Dikutip dari NUOnline, peristiwa-peristiwa penting itu di antaranya disebutkan sebagai berikut:

(1) Nabi Adam 'alaihissalam bertobat kepada Allah dari dosa-dosanya dan tobat tersebut diterima oleh-Nya.

(2) Berlabuhnya kapal Nabi Nuh di bukit Zuhdi dengan selamat, setelah dunia dilanda banjir yang menghanyutkan dan membinasakan.

(3) Selamatnya Nabi Ibrahim 'alaihissalam dari siksa Namrud, berupa api yang membakar.

(4) Nabi Yusuf 'alaihissalam dibebaskan dari penjara Mesir karena terkena fitnah.

(5) Nabi Yunus 'alaihissalam selamat, keluar dari perut ikan hiu.

(6) Nabi Ayyub 'alaihissalam disembuhkan Allah dari penyakitnya yang menjijikkan.

(7) Nabi Musa 'alaihissalam dan umatnya kaum Bani Israil selamat dari pengejaran Fir’aun di Laut Merah. Beliau dan umatnya yang berjumlah sekitar lima ratus ribu orang selamat memasuki gurun Sinai untuk kembali ke tanah leluhur mereka.


Selain itu, ada banyak lagi peristiwa lain terjadi pada hari sepuluh Muharram tersebut, yang menunjukkan sebagai hari bersejarah penuh kenangan dan pelajaran yang berharga.


Sejumlah riwayat Sayyidah Aisyah, istri Nabi shallallahu 'alaihi wassalam menyatakan bahwa hari Asyura adalah hari orang-orang Quraisy berpuasa di masa Jahiliyah, Rasulullah juga ikut mengerjakannya.


Setelah Nabi berhijrah ke Madinah beliau terus mengerjakan puasa itu dan memerintahkan para sahabat agar berpuasa juga. Setelah diwajibkan puasa dalam bulan Ramadhan, Nabi s.a.w. menetapkan: "Barangsiapa yang menghendaki berpuasa Asyura puasalah dan siapa yang tidak suka boleh meninggalkannya." (HR. Bukhari, No: 1489; Muslim, No: 1987).


Ibnu Abbas seorang sahabat, saudara sepupu Nabi yang dikenal sangat ahli dalam tafsir al-Qur’an meriwayatkan bahwa saat Nabi berhijrah ke Madinah, beliau menjumpai orang-orang Yahudi di sana mengerjakan puasa Asyura.


Nabi pun bertanya tentang alasan mereka berpuasa. Mereka menjawab: "Allah telah melepaskan Musa dan Umatnya pada hari itu dari (musuhnya) Firaun dan bala tentaranya, lalu Musa berpuasa pada hari itu, dalam rangka bersyukur kepada Allah". Nabi bersabda : "Aku lebih berhak terhadap Musa dari mereka." Maka Nabi pun berpuasa pada hari itu dan menyuruh para sahabatnya agar berpuasa juga." (HR. Bukhari; No: 1865 & Muslim, No: 1910)


Abu Musa al-Asy’ari mengatakan: "Hari Asyura adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan dijadikan oleh mereka sebagai hari raya, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wassalam bersabda: "Berpuasalah kamu sekalian pada hari itu." (H.R. Bukhari, No: 1866; Muslim, No: 1912).


Dengan demikian, patut digarisbawahi bahwa hari Asyura merupakan hari bersejarah yang diagungkan dari masa ke masa.(Guntur)