Advertisement
JAKARTA,MATALENSANEWS.com- Setelah kasus Indosurya dimana penjahat skema ponzi, Henry Surya divonis lepas oleh PN Jakarta Barat padahal merugikan Rp106 triliun uang masyarakat.
Kini penjahat kerah putih bidang keuangan makin berani dan kejam terhadap korbannya. Sebut saja kasus Meikarta dimana anggota DPR RI sampai marah dan gebrak meja karena Lippo pengembang Meikarta, gagal janji kepada korban yang sudah bayar lunas. Malah para korban tersebut digugat oleh Lippo.
Ternyata fenomena tersebut ditiru oleh Raja Sapta Oktohari, terlapor dugaan penipuan investasi bodong PT Mahkota yang merugikan sekitar 6000 korban dan Rp7.5 triliun nilai kerugian. Raja Sapta Oktohari yang adalah Direktur Utama PT Mahkota, bukannya bertanggung jawab dan mengembalikan dana yang diambilnya dari para korban, malah mengugat korbannya yang mengambil langkah hukum.
"Pak Alwi yang sebelumnya melaporkan Raja Sapta Oktohari ke Polda Metro Jaya, malah digugat di PN Tangerang dan PN Jakarta Barat dengan gugatan kejam Rp200 milyar. Padahal uang Alwi 1 milyar yang ditaruh di Mahkota tidak mau dibayarkan oleh Raja Sapta Oktohari. Ini kan bener-bener menyedihkan," ucap Advokat Bambang Hartono, SH, MH selaku Kadiv Humas LQ Indonesia Lawfirm.
Fenomena para penjahat mengunakan hukum sebagai alat intimidasi dan menekan kembali korban yang berani berjuang meminta haknya semakin marak.
"Sosok seperti Raja Sapta Oktohari, tahu dirinya punya uang dam kekuasaan dan jabatan dirinya selaku Ketua Olimpiade Indonesia dan kenalan di kepolisian, kejaksaan dan pengadilan digunakan untuk memakai hukum menekan korban-korbannya. Presiden Jokowi harusnya tanggap dan segera copot pejabat semacam ini. Selain merusak citra pemerintah, juga menjadi contoh buruk tumpulnya hukum di era Jokowi," ucap Bambang.
Bukan hanya Alwi, para pengugat PKPU PT Mahkota juga digugat balik oleh Raja Sapta Oktohari, karena mengajukan pembatalan homologasi.
"Modus pelaporan balik ini diprakarsai oleh Kuasa Hukum Raja Sapta Oktohari, Natalia Rusli yang justru statusnya DPO di Polres Jakarta Barat atas dugaan penipuan dam penggelapan," katanya.
"Natalia Rusli yang awalnya menjadi kuasa hukum beberapa korban Mahkota dan melaporkan Raja Sapta Oktohari ke kepolisian, belakangan justru main dua kaki dan menjadi kuasa hukum Raja Sapta Oktohari menyerang para korban. Menyedihkan melihat lawyer yang seharusnya menegakkan hukum, tapi malah tidak punya integritas dan etika. Disinilah kurangnya pembenahan oleh pemerintah sehingga lagi- lagi masyarakat jadi korban," ucap Bambang, Kamis (16/2/2023).
Raja Sapta Oktohari yang kasusnya sudah di laporkan di Polda Metro Jaya berjalan stagnan alias mandek dimana Polda Metro Jaya tidak ada satupun kasus investasi bodong berjalan.
"Terlihat bagaimana aparat kepolisian di Polda Metro Jaya tumpul terhadap pelaku investasi bodong, padahal kasus investasi bodong lainnya di Mabes berjalan dengan cepat dan sudah disidangkan. Kapolda Metro Jaya, Fadil Imran kemungkinan ‘rusak blendernya’ sehingga tidak bisa menindak oknum penyidik yang malas dan berkolusi dengan penjahat kerah putih. Bagaimana kepercayaan masyarakat bisa meningkat jika kenyataan di lapangan kasus mandek malah korban digugat balik?" tanyanya heran.
Kepada para korban investasi bodong yang belum mendapatkan keadilan bisa menghubungi LQ Indonesia Lawfirm di 0817-489-0999 di Jabodetabek dan 0818-0454-4489 di Surabaya untuk mendapatkan pendampingan.
Jika tidak di kawal, maka kasus besar tidak akan bisa mendapatkan penyelesaian. Hanya LQ Indonesia Lawfirm yang berani melawan oknum dan berintegritas dalam penegakan hukum sehingga korban bisa mendapatkan kenyamanan dan keadilan. (Red)