Advertisement
SALATIGA,MATALENSANEWS.com- Penjabat (Pj) Wali Kota Sinoeng Nugroho Rachmadi meminta instansi untuk tenang dalam mensikapi kabar yang beredar. Tidak perlu terlalu reaktif,Rabu (5/4/2023).
Hal itu diungkapkan Sinoeng berkait informasi adanya rumah karaoke yang buka melanggar ketentuan batas waktu di bulan Ramadan ini.
"Pangapunten sebelumnya, perihal berita media online yang viral tentang tempat hiburan di Salatiga yang masih buka di luar ketentuan, mestinya cukup diklarifikasi melalui Press Conference," ujar Sinoeng.
Dan jika benar data info tempat yang masih buka di luar jam ketentuan, supaya tempat hiburannya tersebut diberikan teguran atau tindakan sesuai ketentuan yang berlaku.
"Bila dipandang perlu, yang menulis informasi tersebut diajak recheck sidak bersama atas tempat hiburan yg ditengarai buka di luar ketentuan," imbuh Sinoeng.
Guntur SH,selaku pimpinan umum media matalensanews.com menyayangkan sikap kepala Satpol PP Kota Salatiga Joko yang anti kritik.
Didesak apakah ada tindakan atau langkah hukum terhadap media terkait, Joko mengaku akan berkoordinasi dengan Dinas Kominfo Kota Salatiga guna menyelidiki apakah media tersebut dibawah naungan Dewan Pers atau abal-abal.
"Kami akan berkoordinasi dengan Dinas Kominfo Salatiga, termasuk tidak menutup kemungkinan langkah hukum yang akan ditempuh," imbuhnya.
Padahal,Dewan Pers telah mengeluarkan siaran pers nomor 07/SP/DP/II/2023 tertanggal 27 Februari 2023 berkaitan dengan banyaknya pemberitaan tentang tidak perlunya pendaftaran perusahaan pers ke Dewan Pers.
Beberapa media beranggapan tidak perlu lagi adanya verifikasi perusahaan media/ pers oleh Dewan Pers. Sehubungan dengan hal itu, Dewan Pers melakukan klarifikasi.
Ada 5 point sikap Dewan Pers sesuai dengan rilis yang pernah dikeluarkan.
Pertama, UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang saat itu lahir di era reformasi tidak mengenal pendaftaran bagi perusahaan pers. Setiap orang dapat mendirikan perusahaan pers dan menjalankan tugas jurnalistik tanpa harus mendaftar ke lembaga mana pun, termasuk ke Dewan Pers.
Setiap perusahaan pers sepanjang memenuhi syarat berbadan hukum Indonesia dan menjalankan tugas jurnalistik secara teratur, secara legal formal berdasarkan Pasal 9 ayat (2) UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik, dapat disebut sebagai perusahaan pers, sekalipun belum terdata di Dewan Pers.
Kedua, Sesuai pasal 15 ayat 2 (huruf g) UU Pers, tugas Dewan Pers antara lain mendata perusahaan pers. Pendataan perusahaan oleh Dewan Pers tidak bisa disamakan dengan pendaftaran dan keduanya sangatlah berbeda.
Pelaksanaan tugas mendata perusahaan pers, sebagaimana pelaksanaan tugas-tugas lainnya yang dimandatkan oleh UU Pers, ditujukan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional.
Ketiga, Pendataan perusahaan pers merupakan stelsel pasif dan mandiri. Artinya, perusahaan pers yang berinisiatif untuk mengajukan diri agar diverifikasi (didata) oleh Dewan Pers sesuai aturan yang ada.
Ketentuan tentang pendataan perusahaan pers ini tertuang dalam Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan DP/I/2023 tentang Pendataan Perusahaan Pers. Dewan Pers tidak dapat memaksa perusahaan pers untuk didata atau ikut verifikasi media.
Kelima, Pendataan perusahaan pers dilakukan untuk memastikan, bahwa perusahaan pers sungguh-sungguh menjalankan kewajibannya sebagai salah satu unsur yang menopang tegaknya kemerdekaan pers. Perusahaan pers yang tidak bekerja secara profesional, antara lain ditandai dengan tidak memenuhi kewajiban untuk kesejahteraan wartawan, tidak memberikan penghasilan yang layak, atau malah memerintahkan wartawan mencari tambahan penghasilan/iklan.
Hal ini pada akhirnya akan membuat wartawan tidak dapat menjalankan tugas dengan profesional, karena penghasilan wartawan tergantung kepada seberapa besar ia meraih iklan atau tambahan penghasilan. Situasi ini tentu tidak mendukung wartawan untuk menghasilkan karya jurnalistik yang berkualitas.
Terkait sikap Dewan Pers tersebut, Ketua Wakomindo (Wartawan Kompetensi Indonesia) saat dimintai pandangan oleh media mengatakan bahwa apa yang dikatakan Dewan Pers menjadi kabar yang baik.
"Apapun dasar Dewan Pers, menjelaskan perbedaan pendaftaran ataupun pendataan itu bukan suatu masalah, yang penting adalah poinnya, yakni Tidak ada keharusan pendataan Media ke Dewan Pers," terang Dedik, pada Selasa (28/2/2023) dikantornya jalan Kedung Anyar 7/50 Surabaya.
"Selama ini media yang tidak terverifikasi ataupun terdata di Dewan Pers tidak sedikit dijadikan senjata oleh oknum oknum yang melanggar hukum untuk menyerang media apabila media itu memberitakan suatu perkara atau kasus," terang Dedik yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Organsiasi Pers Sindikat Wartawan Indonesia (SWI).
"Banyak pendapat kalau media tidak terverifikasi ataupun terdata di Dewan Pers, tulisan wartawan yang dimuat di medianya dianggap bukan karya tulis jurnalistik, pendapat itu sekarang sudah terbantahkan dengan statement Dewan Pers," ujar Dedik yang mempunyai sertifikat kompetensi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi sebagai asesor (penguji) wartawan yang bernaung di LSP Pers Indonesia.
Dedik menilai Dewan Pers sudah mulai berjalan sesuai tupoksinya dengan berani membuat statement tidak ada keharusan terverifikasi ataupun terdata suatu media ke Dewan Pers.
"Dewan Pers diatur di pasal 15 UU Pers. Selama ini kita kritik keras terkait kebijakan kebijakan yang kita rasa tidak sejalan dengan yang diatur di pasal tesebut. Tapi untuk statement Dewan Pers terkait tidak ada keharusan media ikut pendataan, kita apresiasi," pungkas Dedik.(Djoko S)