Advertisement
Foto : Kustiyono dan Armada Truknya |
Salatiga,MATALENSANEWS.com- Kebijakan Pemerintah yang mengatur pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi menggunakan QR Code ternyata menimbulkan masalah baru. Banyak masyarakat mengeluhkan kuota BBM mereka sudah terpakai orang lain. Kok bisa?
Pengalaman ini dikisahkan Kustiyono warga Kenteng Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga.Saat itu ia hendak mengisi BBM Solar di SPBU Jl.Veteran Kota Salatiga, Senin (15/5/2023).
"Saya antri seperti biasa sekitar jam 7 pagi, lalu tunjukkan barcode di HP kepada petugas nosel. Setelah di-scan, petugasnya bilang barcode saya sudah dipakai isi BBM," kisahnya.
Kagetlah dia. Karena ia sudah 4 hari tidak mengisi BBM. Ia pun menanyakan lebih lanjut ke petugas nosel.
Dari keterangan petugas nosel laki-laki itu, kuota solar kendaraan nomor polisi AB 8640 ZY yang dikendarai Kustiyono sudah dipakai isi Solar. Namun tidak diketahui di SPBU mana pengisian dilakukan.
Yang tambah mengherankan, pengisian dilakukan penuh 40 liter. "Padahal saya tidak pernah isi sampai 40 liter, karena kapasitas tanki tidak muat, saya biasanya isi 250 ribu, atau kalau memang sudah sangat kosong isi 300 ribu. Kan aneh," tandasnya.
Kustiyono pun harus gigit jari, karena tidak bisa lagi mengisi BBM.
Tak percaya begitu saja,Kustiyono kemudian berpindah ke SPBU lain diwilayah Kota Salatiga.
"Tapi sama, ketika tunjukkan barcode, katanya sudah dipakai 40 liter. Jadi gak bisa mengisi lagi," tuturnya.
Menurutnya, dari keterangan petugas SPBU, sudah ada beberapa orang yang mengalami hal serupa. Mereka kemudian menyarankan berkoordinasi dengan petugas pendaftaran BBM subsidi.
Kustiyono menduga plat nomor kendaraannya dipakai pihak tertentu atau secara acak oleh pihak yang bermain.
Kustiyono mendesak pemerintah dan Pertamina mengevaluasi sistem pembelian digital ini. Jika infrastrukturnya belum siap sebaiknya dihentikan.
"Kita paham maksud pemerintah membatasi kuota BBM subsidi ini. Tapi kalau memang belum semua kendaraan memiliki barcode, jangan diterapkan dulu. Jangan barcode boleh, masukkan plat kendaraan boleh. Akibatnya bocor seperti ini. Pemilik asli tidak tahu kuotanya dipakai orang lain pakai catat plat nopol. Artinya gak efektif juga kebijakan ini, masyarakat direpotkan, BBM bocor, pemerintah tetap rugi juga," imbuhnya.
"Harusnya tetapkan saja satu, pakai barcode, tidak boleh pakai catat plat nomor," tambahnya.
Kustiyono berencana mengadukan masalah ini ke Ombudsman Babel untuk mengungkap penyalahgunaan kuotanya.
"Saya minta Ombudsman meminta Pertamina membuka data pembelian BBM dengan plat nomor kendaraan saya. Karena semua data transaksi, lokasi, jam terekam di aplikasi My Pertamina itu, dan itu bisa mengungkap semua," pungkasnya
Ditempat terpisah, Guntur SH selaku koordinator lapangan LAPK "SIDAK" (Lembaga Asosiasi Perlindungan Konsumen) menjelaskan terkait, tujuan Subsidi Tepat yang dilakukan saat ini sebenarnya supaya konsumen atau kendaraan yang benar berhak bisa mendapatkan BBM Subsidi sesuai ketentuan.
"Adanya penggunaan nopol kendaraan lain dan yang merasa nopol kendaraannya dipakai orang lain, bisa melapor ke Pertamina Contact Center dengan melampirkan STNK-nya untuk di verifikasi," sambung Guntur.
Selain uji coba sistem MyPertamina, PT Pertamina (Persero) menegaskan bahwa pembatasan BBM khususnya solar sudah dilakukan. Hal itu diatur melalui Surat Keputusan (SK) Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) Nomor 04/P3JBT/BPH MIGAS/KOM 2020 tentang Pengendalian Penyaluran Jenis BBM Tertentu.
Dalam aturan, jenis kendaraan pribadi kendaraan roda empat pembelian maksimal Solar 60 liter per hari. Untuk angkutan umum orang atau barang dengan kendaraan roda empat, maksimal 80 liter per hari dan untuk angkutan umum orang atau barang dengan kendaraan roda 6 maksimal 200 liter per hari.
Kebijakan ini juga akan diberlakukan bagi BBM Pertalite. Nantinya kendaraan yang sudah mencapai batas volume akan secara otomatis distop pembeliannya. Saat ini sendiri Pertamina sedang melakukan uji coba pembatasan BBM Pertalite dengan maksimal pembelian 120 liter per hari.(Redaksi)