Advertisement
LABUHA|MATALENSANEWS.com- Gerakan Pemuda Marhaenisme Halmahera Selatan, Mendorong Aparat Penegak Hukum Kepolisian Republik Indonesia Daerah Polda Maluku Utara Resort Polres harus “Selidiki Kasus Pelecehan Seksual Anak di Pondok Pesantren ALKAHFI Desa Hidayat Kecamatan Bacan Kabupaten Halmahera Selatan.
Ketua Gerakan Pemuda Marhaenisme Halmahera Selatan, Harmain Rusli mendorong aparat kepolisian (Polres Halsel) untuk melakukan penyelidikan terkait kasus kekerasan seksual terhadap anak di Pondok Pesantren “Alkahfi Desa Hidayat Kecamatan Bacan, Halmahera Selatan. Kasus kekerasan seksual anak bukan merupakan delik aduan, namun delik biasa, sehingga tidak perlu menunggu adanya laporan korban.
Saya tegaskan sekali lagi kepada pihak kepolisian resort (Polres) Halsel, bahwa berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) pada pasal (6) menyatakan setiap orang yang melakukan perbuatan seksual secara fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana lain yang lebih berat dapat dipidana karena pelecehan seksual fisik.
“Jika memenuhi unsur yang disebutkan dalam pasal 6 UU TPKS, pelaku dipidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 50 juta,” jelasnya.
GPM tegaskan kepada pihak kepolisian tidak perlu ragu untuk melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut. Pasalnya, pelecehan seksual fisik terhadap anak bukan merupakan delik aduan yang diatur dalam UU TPKS pasal (7). Ingat, perbuatan cabul terhadap anak adalah bentuk TPKS.
Oleh sebab itu, setiap seorang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung maupun tidak langsung penyidikan dan penuntutan terhadap tersangka, terdakwa atau saksi dalam perkara TPKS, terancam sanksi pidana paling lama lima (5) tahun sebagaimana diatur dalam pasal (19) UU TPKS.
“Kejadian yang terjadi di pondok pesantren Alkahfi, berdasarkan hasil investigasi kami, bahwa kejadian tersebut juga sebagai bentuk pencabulan karena ada perbuatan menyentuh korban secara seksual. Jika memaksa anak menyentuh pelaku secara seksual menurut Pasal 76E UU 35 Tahun 2014, maka terjadi perbuatan cabul,” Ujarnya.
Oleh karena itu, jika memenuhi unsur pidana dalam pasal 76E UU Nomor 35 Tahun 2014, maka pelaku terancam sanksi pidana dalam pasal 82 UU Nomor 17 Tahun 2016 dengan hukuman penjara minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun dan/atau denda maksimal Rp 5 miliar.
Sebagai langkah positif mendukung kinerja Polres Halsel dalam penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur, kami meminta Kepada Bapak Kapolres Halmahera Selatan harus turun tangan dalam penanganan kasus tersebut.
"Sebab dalam pengembangan kasus dari awal sampai saat ini diduga tidak transparan. Kami meminta agar evaluasi dan atau copot Kasat Reskrim dan penyidik pembantu Polres Halsel, sebab dinilai lambat dalam penanganan kasus-kasus sakral (Kekerasan Seksual) seperti yang terjadi baru-baru ini." tegas Harmain, pada awak media ini via pesan Watshapp. Kamis (22/6/2023).
Kata dia, Jika kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur tidak diselesaikan dan bahkan berakhir dengan penyelesaian perdamaian, maka kami akan berkoordinasi dengan pimpinan DPD Gerakan Pemuda Marhaenisme Provinsi Maluku Utara untuk mendesak Kapolda Provinsi Maluku Utara, agar segera Copot Kapolres Halmahera Selatan karena kami menduga Kapolres Halsel tidak Mampu mengemban amanah dan mandat Kapolri (Presisi Polri).
"Kami meminta kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Halsel agar mengeluarkan Rekomendasi segera “Tutup Pesantren Alkahfi” di Desa Hidayat Kecamatan Bacan Kabupaten Halmahera Selatan. Jangan HANYA DIAM." tandasnya. (Jek/Redaksi)