Deoxa Indonesian Channels

lisensi

Advertisement MGID

Rabu, 15 Mei 2024, 9:28:00 PM WIB
Last Updated 2024-05-15T14:28:27Z
BERITA UMUMNEWS

8 Tahun Lamanya, Kasus DD Taliabu Bakarat di Meja Kapolda, KPK Didesak Tuntaskan Sejumlah Kasus Korupsi di Pemda Taliabu

Advertisement


TALIABU | Matalensanews.com – Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Pemuda Marhaenis (DPD GPM) Maluku Utara terus mendesak pihak berwenang untuk serius menangani sejumlah kasus dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme di Pemerintah Daerah Kabupaten Pulau Taliabu. Kasus-kasus ini telah diadukan ke Kejaksaan Tinggi Maluku Utara dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).


DPD GPM Maluku Utara kembali meminta Kejaksaan Tinggi Maluku Utara dan KPK untuk lebih serius mengusut berbagai dugaan korupsi di Kabupaten Pulau Taliabu yang saat ini sedang ditangani oleh Polda dan Kejaksaan Tinggi Maluku Utara.


Salah satu kasus yang telah dilaporkan adalah dugaan temuan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) luar daerah senilai Rp 3.650.204.860,75. Selain itu, terdapat dugaan penyalahgunaan alokasi tunjangan komunikasi intensif serta tunjangan reses sebesar Rp 7.804.668.144,00 oleh 20 anggota DPRD Kabupaten Pulau Taliabu pada tahun anggaran 2022.


"Temuan tersebut tercantum dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Maluku Utara dengan Nomor: 19.A/LHP/XIX.TER/05/2023 Tertanggal 15 Mei 2023," ungkap Ketua GPM Maluku Utara, Sartono Halik, dalam keterangan persnya, Rabu (15/5/2024).


Sartono Halik menyatakan bahwa penggunaan anggaran tunjangan komunikasi intensif (TKI) dan tunjangan reses oleh pimpinan dan anggota DPRD Pulau Taliabu tahun 2022 diduga merupakan perbuatan melawan hukum. Berdasarkan laporan realisasi anggaran (audit), belanja gaji dan tunjangan DPRD sebesar Rp 7.804.668.144,00 termasuk pemberian tunjangan TKI sebesar Rp 10.500.000,00 per bulan dan tunjangan reses sebesar Rp 6.300.000,00 setiap kali pelaksanaan reses.


"Pemberian tunjangan ini menyalahi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD serta melanggar Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 62 Tahun 2017 tentang Pengelompokan Kemampuan Keuangan Daerah serta Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Dana Operasional," terangnya.


Selain itu, ada kasus dugaan korupsi dana desa (DD) di Kabupaten Pulau Taliabu pada 2017, di mana anggaran ditransfer ke perusahaan atas nama CV Syafaat Perdana dengan pemotongan sebesar Rp 60 juta per desa dari total anggaran untuk 71 desa di 8 kecamatan. Kasus ini telah berlangsung selama 8 tahun dan saat ini baru memiliki satu tersangka, yaitu pemilik CV Syafaat Perdana, ATK alias Agusmawati Toib Koten.


"Kasus ini diduga kuat menyeret sejumlah pejabat lain yang bakal menjadi tersangka baru, termasuk Bupati Taliabu," ujar Sartono. 


DPD GPM Maluku Utara juga meminta Kejaksaan Tinggi Maluku Utara segera mengusut dugaan keterlibatan Kepala Dinas Pendidikan Taliabu, Cipta Puspasari Mus, atas pencairan dana tanpa SP2D dan dugaan proyek sekolah yang mangkrak pada 2020 dengan nilai Rp 47 miliar.


Sartono menegaskan bahwa kasus-kasus ini merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan melanggar peraturan presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2021 tentang perubahan Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa, serta UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.


"GPM Maluku Utara juga akan kembali melakukan aksi ekstra parlemen untuk mendesak KPK agar turut mengusut sejumlah kasus dugaan korupsi di Pemda Kabupaten Pulau Taliabu," tegasnya. 


Kasus korupsi yang melibatkan dana besar ini menjadi perhatian serius masyarakat dan berbagai pihak di Maluku Utara. Upaya pemberantasan korupsi di daerah tersebut diharapkan dapat segera memberikan hasil yang nyata demi terciptanya pemerintahan yang bersih dan transparan.. (Red/Jeck)