Advertisement
Maluku Utara | MatalensaNews.com – Banjir bandang di Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara, telah menjadi ancaman serius bagi masyarakat setempat. Bencana yang terjadi dari tanggal 20 hingga 23 Juli ini perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah pusat.
Banjir besar yang kerap melanda Halmahera Tengah diduga kuat berkaitan dengan aktivitas industri tambang nikel yang merusak hutan. Aktivitas tambang ini diperkirakan menjadi penyebab utama terjadinya bencana alam ini.
Kendati demikian, pemerintah nasional seolah belum memberikan solusi yang setara, meskipun Kabupaten Halmahera Tengah memberikan kontribusi besar melalui sektor tambang nikel. Prinsip-prinsip kemanusiaan seharusnya menjadi prioritas dalam menghadapi bencana ini.
"Proyek Strategis Nasional (PSN) yang sering diunggulkan oleh Presiden Jokowi melalui berbagai peraturan presiden harusnya memperhatikan dampak lingkungan dan sosial," ujar Vinot, Koordinator Lapangan Kabid PPD PB-FORMMALUT JABODETABEK, dalam wawancaranya pada Kamis (8/8/24).
Vinot menegaskan bahwa proyek PSN telah gagal total dalam hal mitigasi bencana, terbukti dengan terendamnya ratusan rumah serta kerusakan fasilitas umum dan infrastruktur vital lainnya. Banjir ini telah menyebabkan kerugian material yang signifikan dan mengganggu aktivitas sehari-hari masyarakat.
Sementara itu, eksploitasi sektor tambang terus berlangsung dengan mengabaikan prinsip kemanusiaan. PT. IWIP, salah satu perusahaan tambang di Maluku Utara, dikritik karena tidak meliburkan karyawannya saat banjir bandang terjadi, menunjukkan bahwa perusahaan lebih mementingkan keuntungan daripada keselamatan karyawan dan warga.
"Informasi yang beredar menyebutkan bahwa jebolnya tanggul di Km 15 milik PT. IWIP menjadi penyebab utama banjir bandang. Jika benar, PT. IWIP harus bertanggung jawab," tambah Vinot.
Melalui kajian spesifik, PB-FORMMALUT JABODETABEK menyampaikan lima tuntutan:
1. Mendesak Presiden Jokowi untuk menindak tegas perusahaan tambang yang merusak lingkungan di Halmahera Tengah.
2. Meminta moratorium industri pertambangan nikel di Halmahera Tengah, khususnya PT. IWIP.
3. Mengharuskan PT. IWIP meningkatkan keselamatan kerja dengan meliburkan karyawan saat banjir bandang.
4. Mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melakukan investigasi penyebab banjir dan memberikan sanksi tegas kepada perusahaan tambang yang terbukti bersalah.
5. Meningkatkan upah tenaga kerja lokal dan menghentikan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak selama banjir bandang.
Warga berharap tuntutan ini segera direspons oleh pemerintah dan perusahaan terkait untuk menghindari bencana serupa di masa mendatang.(Jeck/Red)