Advertisement
Jakarta | MatalensaNews.com – Mahasiswa Pemerhati Hukum Maluku Utara (Maperhum Malut) Jakarta kembali menggelar aksi jilid enam di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI pada Selasa (14/8/24).
Aksi ini terkait dengan dugaan pemotongan Alokasi Dana Desa (ADD) dan Dana Desa (DD) di 71 desa di Kabupaten Pulau Taliabu pada tahun 2017, di mana setiap desa diduga dipotong sebesar Rp 60 juta yang kemudian ditransfer melalui rekening CV. Syafaat Perdana.
Koordinator Lapangan, Alfian Sangaji, menyampaikan bahwa kasus ini diduga melibatkan Bupati Kabupaten Pulau Taliabu, Aliong Mus, yang saat ini juga menjadi salah satu kandidat calon Gubernur Maluku Utara.
"Kasus tersebut diduga keras melibatkan Bupati Kabupaten Pulau Taliabu, Aliong Mus, yang saat ini juga merupakan salah satu kandidat calon Gubernur Maluku Utara," ujar Alfian.
Kasus yang terjadi tujuh tahun lalu ini sebelumnya telah ditangani oleh aparat penegak hukum, yakni Kejaksaan Tinggi Maluku Utara dan Polda Maluku Utara. Namun, hingga saat ini, kasus tersebut belum tuntas dan berkas perkara masih tertahan di meja penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku Utara.
"Baru-baru ini KPK bersama Kejaksaan dan Bareskrim Polri telah melakukan supervisi untuk penanganan lebih lanjut terkait dugaan korupsi pemotongan ADD dan DD di Taliabu tahun 2017, namun belum ada hasil kepastian hukum," teriak Alfian di depan Gedung KPK.
MAPERHUM Maluku Utara Jakarta mendesak KPK RI untuk segera mengambil alih kasus ini karena proses penegakan hukum oleh Kejati Malut dan Polda Malut dinilai sangat lemah dan berpotensi ditutupi.
KPK RI segera panggil dan periksa, serta tetapkan tersangka dan penjarakan Bupati Taliabu, Aliong Mus, terkait dugaan korupsi ADD dan DD tahun 2017,tegas Alfian.
Alfian juga mengkritik kepemimpinan Bupati Aliong Mus selama dua periode di Taliabu, yang dinilai tidak membawa perkembangan dan kemajuan bagi daerah tersebut. Menurutnya, Pulau Taliabu malah menjadi daerah yang diduga marak dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Berdasarkan ketentuan UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta UU No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, Alfian menegaskan bahwa aparat penegak hukum harus bertindak tegas terhadap tindakan koruptif demi mencapai keadilan.
"Siapapun yang melakukan tindakan koruptif yang menyalahi UU, aparat penegak hukum harus segera bertindak tegas demi mencapai keadilan sebagai puncak dari piramida hukum," pungkasnya.(Red)