Advertisement
Laporan : Goent
Jakarta | MatalensaNews.com – Pemerintah telah menetapkan beberapa perubahan signifikan dalam Undang-Undang Desa Nomor 3 Tahun 2024, yang merupakan revisi dari Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014. Perubahan ini mencakup aspek pemerintahan, pembangunan, dan pemberdayaan desa, dengan fokus khusus pada kewenangan kepala desa dalam mengangkat dan memberhentikan perangkat desa.
Pada Selasa (6/8/2024), data yang dihimpun menunjukkan bahwa Pasal 26 ayat (2) UU Desa 2014 menyatakan kepala desa berwenang mengangkat dan memberhentikan perangkat desa. Namun, kewenangan ini dicabut oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan Nomor 23/PUU-XXI/2023. MK menyatakan bahwa kewenangan tersebut bertentangan dengan UUD 1945, dan harus dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menghindari tindakan sewenang-wenang dan melindungi hak-hak perangkat desa sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
Menindaklanjuti putusan MK tersebut, pemerintah mengeluarkan UU Desa 2024. Berdasarkan Pasal 26 ayat (2) UU Desa 2024, kepala desa kini mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa kepada bupati/walikota melalui camat. Bupati/walikota kemudian mengeluarkan keputusan berdasarkan usulan kepala desa. Ini berarti kepala desa tak lagi memiliki kewenangan langsung untuk memberhentikan perangkat desa, dan harus mengajukan usulan pemberhentian dengan alasan yang jelas dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Selain itu, perangkat desa yang diberhentikan akan mendapatkan hak-haknya sesuai ketentuan yang berlaku. Aturan lebih lanjut terkait pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa pasca terbitnya UU Desa 2024 tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2024 tentang Perangkat Desa. PP tersebut mengatur persyaratan, prosedur, mekanisme, dan evaluasi pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa, serta struktur, tugas, fungsi, hingga wewenang perangkat desa.
Perangkat desa, yang mencakup sekretaris desa, kepala urusan, kepala seksi, dan kepala dusun, diangkat dari warga desa yang memenuhi syarat sesuai dengan peraturan daerah. Terdapat beberapa alasan untuk memberhentikan perangkat desa, di antaranya: meninggal dunia, pensiun, mengundurkan diri, tidak lagi memenuhi syarat, melakukan pelanggaran disiplin, tidak mampu menjalankan tugas, atau diberhentikan sementara atau tetap berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Hak-hak yang akan diterima oleh perangkat desa yang diberhentikan meliputi uang penggantian hak, uang pesangon, uang jasa, uang penghargaan, dan uang pisah.
Perubahan dalam UU Desa ini diharapkan dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pemerintahan desa, serta melindungi hak-hak perangkat desa sebagai bagian dari ASN.(*)