Advertisement
TALIABU | MatalensaNews.com – Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) Pulau Taliabu mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung RI, Kejaksaan Tinggi Maluku Utara, dan Kejaksaan Negeri Pulau Taliabu untuk segera mengusut dugaan korupsi di Pemerintah Kabupaten Pulau Taliabu.
Mereka menyoroti dugaan konspirasi tindak pidana korupsi di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PU-PR) Pulau Taliabu yang mencairkan anggaran sejumlah proyek pembangunan, termasuk jalan beton dan bangunan, hingga 100 persen. Dana tersebut diduga mengalir kepada Bupati Pulau Taliabu melalui suap dan gratifikasi.
Ketua DPC GPM Pulau Taliabu, Lisman, menyebut salah satu proyek yang bermasalah adalah pembangunan jalan beton di Kecamatan Taliabu Barat Laut (Nggele) dan Kecamatan Lede.
"Sejumlah kasus dugaan korupsi ini sudah dilaporkan oleh Aliansi Jaringan Aksi Mahasiswa (Jam-Indonesia) ke KPK. Selain itu, Himpunan Mahasiswa Taliabu (HMT) Cabang Ternate juga telah melaporkannya ke Kejati Maluku Utara pada 2023," kata Lisman, Senin (27/1/2025).
Namun, hingga kini, laporan tersebut belum ditindaklanjuti. Padahal, HMT Cabang Ternate bahkan sempat menggelar aksi di depan kantor Kejati Maluku Utara untuk mendesak penyelidikan lebih lanjut.
GPM Pulau Taliabu meminta Ketua KPK Setyo Budiyanto dan Kepala Kejati Maluku Utara Herry Ahmad Pribadi beserta jajarannya untuk segera memanggil dan memeriksa pejabat Dinas PU-PR, Bupati Pulau Taliabu, serta sejumlah kontraktor terkait dugaan kelebihan pembayaran proyek.
Salah satu proyek yang disorot adalah peningkatan jalan Nggele–Lede dengan kontrak senilai Rp16,32 miliar. Proyek ini dikerjakan oleh PT Indo Jaya Membangun (IJM) yang beralamat di Manado, Sulawesi Utara. Kontrak awal ditandatangani pada 27 Juli 2022 dengan masa pelaksanaan 150 hari, tetapi diubah menjadi 600 hari hingga 23 Maret 2024 melalui adendum kontrak.
Berdasarkan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 19 Februari 2024, realisasi fisik proyek ini baru mencapai 8,33% atau setara Rp1,22 miliar, meskipun pembayaran telah dilakukan 100%.
"Hingga 17 Mei 2024, sisa pekerjaan sebesar 91,67% atau senilai Rp13,47 miliar belum selesai. Artinya, ada potensi kelebihan pembayaran yang merugikan negara," ujar Lisman.
Selain dugaan korupsi, GPM juga menyoroti kelalaian Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Inspektorat dalam pengawasan proyek.
- PPK belum mengenakan denda keterlambatan sebesar Rp741,28 juta untuk keterlambatan 55 hari sejak 24 Maret hingga 17 Mei 2024.
- PPK juga belum menerapkan sanksi kontrak kritis, termasuk perpanjangan jaminan pelaksanaan dan surat peringatan tahap III.
"PPK dan Inspektorat telah mengetahui potensi kelebihan pembayaran ini, tetapi belum ada tindakan tegas. Seharusnya, ada langkah konkret untuk menindaklanjuti dan memastikan proyek ini benar-benar diselesaikan," tambah Lisman.
GPM Pulau Taliabu menegaskan bahwa KPK dan aparat penegak hukum tidak boleh melindungi Bupati Pulau Taliabu serta pejabat terkait. Mereka meminta penyelidikan segera dilakukan agar pihak-pihak yang terlibat dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.
"Jangan sampai pejabat korup terus dibiarkan. Kami mendesak KPK untuk segera bertindak agar ada efek jera bagi para pelaku korupsi di daerah," pungkas Lisman.
(Jeck)