Advertisement
MEDAN,MATALENSANEWS.com-Keluarga Doris Fenita Marpaung menanggapi aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh sekelompok orang mengatasnamakan sahabat Erika Siringoringo di depan Pengadilan Negeri (PN) Medan pada Rabu (15/1). Mereka menduga aksi tersebut bertujuan untuk mengintervensi jalannya persidangan terhadap Doris Fenita Marpaung.
Sebelumnya, PN Medan telah memberi kesempatan kepada kelompok tersebut untuk melakukan orasi sebanyak dua kali. Namun, hal itu dilanggar oleh kuasa hukum Erika, DR Sidjabat, yang tetap berupaya berbicara dengan nada tinggi dan mengeluarkan kata-kata tidak senonoh. Bahkan, ia diduga menghina institusi kepolisian dan pengadilan dengan menyebutnya "sesat dan bobrok."
"Pernyataan yang dilakukan secara terbuka di depan umum dan melalui media sosial seperti ini jelas merupakan pelanggaran hukum dan bertentangan dengan undang-undang," ujar salah satu anggota keluarga Doris.
Dalam orasinya, DR Sidjabat juga menuding bahwa Doris Fenita Marpaung dilindungi oleh seorang jenderal. Menanggapi hal ini, pihak keluarga menantang kuasa hukum tersebut untuk membuktikan tuduhannya.
"Siapa yang mendalilkan, harus bisa membuktikan. Jangan asal bicara tanpa bukti," tegas perwakilan keluarga Doris.
Kasus Sudah Ditangani Sesuai Prosedur
Keluarga Doris menegaskan bahwa kasus ini telah ditangani oleh aparat penegak hukum sesuai prosedur yang berlaku. Baik kepolisian maupun pengadilan telah menjalankan tugasnya secara profesional dalam menangani laporan dari kedua belah pihak.
"Pihak kepolisian dan pengadilan telah bekerja sesuai dengan tugas dan fungsinya. Laporan dari kedua belah pihak telah diterima dan diproses sebagaimana mestinya," lanjut perwakilan keluarga.
Mereka juga menjelaskan bahwa keputusan untuk menahan atau tidak menahan seorang tersangka merupakan hak kepolisian dan pengadilan, sesuai dengan Pasal 31 ayat (1) KUHAP tentang penangguhan penahanan.
Selain itu, mereka menyoroti tindakan DR Sidjabat yang dinilai tidak pantas sebagai seorang pengacara. Dalam hukum, tindakan menghina pengadilan dikenal sebagai Contempt of Court, yang dapat dikenakan sanksi pidana.
"Sebagai bagian dari empat pilar penegak hukum, seorang pengacara seharusnya tidak melakukan tindakan yang merendahkan pengadilan," ujar mereka.
Menurut KUHP, perbuatan menghina pengadilan dapat dijerat dengan Pasal 207 dan 218, dengan ancaman pidana 1 tahun 6 bulan dan denda maksimal Rp10 juta.
Dugaan Upaya Intervensi Hukum
Sebelumnya, diketahui bahwa Erika Siringoringo dan Nur Intan br Nababan telah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polrestabes Medan. Keduanya merupakan klien DR Sidjabat, yang kemudian menggerakkan massa untuk melakukan aksi di depan PN Medan.
"Bagaimana mungkin seseorang yang sudah dilaporkan dan terbukti bersalah berdasarkan keterangan saksi dan bukti visum tidak bisa ditetapkan sebagai tersangka?" ujar pihak keluarga.
Keluarga Doris mendukung langkah PN Medan untuk menindak pihak-pihak yang berupaya mengintervensi proses hukum. Mereka berharap kejadian ini menjadi pembelajaran bagi siapapun yang mencoba melakukan Contempt of Court dan Obstruction of Justice.
"Kami berharap pihak pengadilan berani mengambil langkah hukum terhadap oknum-oknum yang mencoba menghina lembaga peradilan," pungkas mereka.
(Tim)