Deoxa Indonesian Channels

lisensi

Advertisement MGID

Senin, 17 Februari 2025, 6:24:00 PM WIB
Last Updated 2025-02-17T11:24:20Z
NEWSPENDIDIKAN

KPK Ungkap Potensi Korupsi di Sektor Pendidikan, Gratifikasi di Sekolah Masih Marak

Advertisement


Laporan : Goent

Jakarta |MATALENSANEWS.com– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya potensi korupsi di sektor pendidikan, dengan salah satu kasus yang masih sering terjadi adalah pemberian hadiah dari orang tua siswa kepada guru pada momen kenaikan kelas. KPK menyebutkan bahwa pemberantasan korupsi di sektor ini harus dilakukan dengan pendekatan yang lebih luas, termasuk melalui pendidikan dan pencegahan.


Ketua KPK Setyo Budiyanto menjelaskan bahwa KPK tidak hanya fokus pada penindakan kasus korupsi, tetapi juga pada upaya pencegahan melalui pendidikan antikorupsi yang melibatkan enam kementerian untuk memperkuat nilai-nilai antikorupsi dalam kurikulum pendidikan. Pendidikan ini dimulai dari tingkat anak usia dini hingga perguruan tinggi.


"Upaya pemberantasan korupsi tidak hanya dilakukan melalui penindakan, tetapi juga melalui pendidikan dan pencegahan. Pendidikan menjadi kunci utama dalam membangun budaya antikorupsi sejak dini, dan pemerintah kini harus semakin fokus pada perbaikan pendidikan di berbagai levelnya, dengan tujuan utama meningkatkan kualitas dan integritas di sektor ini," ujar Setyo Budiyanto dalam keterangan pers, Minggu (16/2/2025).


KPK mencatat bahwa pada 2022, terdapat tiga kasus besar dugaan korupsi di sektor pendidikan yang berhasil ditindak. Modus-modus korupsi yang sering ditemukan di sektor ini meliputi penyelewengan anggaran, suap dalam penerimaan siswa atau mahasiswa baru, korupsi dalam pembangunan infrastruktur, serta pengadaan barang dan jasa yang tidak transparan.


Menurut hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan 2023, ditemukan sejumlah masalah terkait integritas di dunia pendidikan. Salah satunya, di sektor kejujuran akademik. Berdasarkan temuan KPK, 43 persen siswa dan 58 persen mahasiswa mengaku pernah menyontek, dan praktik plagiarisme oleh tenaga pendidik juga masih terjadi.


Survei tersebut juga mengungkapkan bahwa 45 persen siswa dan 84 persen mahasiswa mengaku pernah terlambat ke sekolah atau kampus. Sementara itu, 43 persen tenaga pendidik juga tercatat mengalami ketidakhadiran tanpa alasan yang jelas.


KPK juga menyoroti tingginya potensi gratifikasi di dunia pendidikan, di mana 65 persen sekolah masih memiliki kebiasaan menerima hadiah dari orang tua siswa untuk guru pada momen kenaikan kelas atau hari raya. Praktik ini dianggap berpotensi menjadi gratifikasi yang melanggar hukum.


"Sekitar 65% sekolah masih memiliki kebiasaan memberikan hadiah kepada guru saat kenaikan kelas atau hari raya, yang berpotensi menjadi praktik gratifikasi," kata KPK.


Selain itu, sektor pengadaan barang dan jasa di pendidikan juga rentan terhadap praktik korupsi. KPK mencatat, 26 persen sekolah dan 68 persen universitas melaporkan adanya campur tangan pribadi dalam pemilihan vendor pengadaan barang dan jasa.


Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana, menambahkan bahwa meskipun rata-rata integritas sektor pendidikan di Indonesia cukup tinggi, implementasi Pendidikan Antikorupsi (PAK) masih menghadapi berbagai tantangan. Tantangan tersebut antara lain ketidaksesuaian kebijakan, kurangnya regulasi payung hukum, tidak adanya standar kompetensi pengajar, serta kurangnya monitoring dan evaluasi yang disebabkan oleh keterbatasan data, sumber daya manusia, dan dukungan anggaran.


"KPK terus berkomitmen untuk berkolaborasi demi mengimplementasikan pendidikan karakter dan budaya antikorupsi melalui sembilan nilai utama: jujur, mandiri, tanggung jawab, berani, sederhana, peduli, disiplin, adil, dan kerja keras. Hingga saat ini, 83% daerah telah memiliki regulasi terkait pendidikan antikorupsi," jelas Wawan.